Kota Gorontalo, InfoPublik – Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) adalah sistem pengawasan kapal perikanan yang menggunakan satelit.
Sistem pemantauan kapal perikanan ini berlaku bagi kapal-kapal yang memiliki perizinan di pemerintah pusat dan kapal daerah yang telah melakukan migrasi menjadi kapal izin pemerintah pusat.
Penerapan SPKP/VMS ini dilakukan pada kapal izin pusat yang berkapasitas 32 GT ke atas dan kapal izin daerah yang berukuran 5 sampai dengan 30 GT yang telah melakukan migrasi ke pusat yang memiliki wilayah penangkapan ikan di atas 12 mil laut.
Penegasan ini disampaikan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo Sila Botutihe pada rapat kerja dengan Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, Senin (10/3/2025).
Penjelasan Sila Botutihe ini disampaikan setelah ada aduan dari pengurus Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang menolak pemasangan alat transmitter VMS.
“Penggunaan VMS ini merupakan komitmen bersama untuk mengelola sumberdaya perikanan secara lestari dan bertanggung jawab,” Kata Sila Botutihe.
Sila Botutihe juga menjelaskan penggunaan VMS ini akan memastikan kepatuhan kapal di laut, melalui akses satelit dapat memastikan penangkapan ikan yang dilakukan sesuai kewenangannya.
Selain itu juga kapal penangkap ikan tidak melanggar aturan. VMS ini merupakan alat yang diterima secara global untuk memastikan bahwa kapal penangkap ikan bukan pelaku Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing.
Melalui VMS ini juga akan dapat diketahui arah, posisi, aktivitas, tujuan, identitas kapal yang memiliki akurasi tinggi (near real time). Hal ini memberikan rasa adil kepada pelaku usaha bahwa kegiatan penangkapan dilakukan sesuai dengan izin yang diberikan.
Terkait aksi penolakan pemasangan VMS yang dilakukan pada 15 Januari 2025 lalu, Sila Botutihe menjelaskan instansinya pada tanggal 16-20 Januari 2025 telah melakukan koordinasi dan konsultasi ke Direktorat Pengendalian Operasi Armada (POA) Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dan ke Direktorat Perizinan dan Kenelayanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan
“Di Direktorat POA kami bertemu langsung dengan Pak Syaiful Umam sebagai Direktur POA bersama jajarannya dan di Direktorat Perizinan dan Kenelayanan kami bertemu dengan Pak Panca,” ujar Sila.
Dari hasil konsultasi ke Direktur POA PSDKP bahwa kapal yang perizinan berusaha tahun 2023 dan 2024 diberikan kesempatan (relaksasi) belum menggunakan VMS sampai dengan tanggal 31 Maret 2025. Kebijakan ini diambil oleh PSDKP dengan keluarnya Surat Edaran Menteri kelautan dan Perikanan. Bagi kapal yang perizinan berusaha tahun 2025 atau baru mengurus tahun ini maka diberikan relaksasi belum menggunakan VMS sampai dengan 31 Desember 2025.
Sila juga menjelaskan dasar hukum penerapan VMS ini sesuai amanat Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, sebagaimana diubah dalam UU nomor 45 tahun 2009 pasal 7, Undang-Undang nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi Undang-Undang pasal 7 tentang kelautan dan perikanan, Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur pasal 17 ayat (3), dan pasal 26 huruf D. (mcgorontaloprov/yanto)
